Medan, MarmataNews.id - Anggota DPRD se kabupaten/kota di Sumut menggelar Orientasi yang berlangsung sejak Selasa (1/10) dan berakhir, Kamis (3/10/2024) dan ditutup Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provsu Safruddin di Grand Hotel Mercure Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan. DPRD yang mengikuti orientasi di Medan terdiri dari DPRD Kota Medan, Kota Binjai, Labuhanbatu dan Asahan. Kegiatan ini diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri dan Pemprov Sumut melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM).
Hadir seluruh (50) anggota DPRD Medan periode 2024-2029 yang baru dilantik 17 September lalu, diantaranya Ketua DPRD sementara Wong Chun Sen, Ketua DPRD Medan periode 2014-2019 Henry Jhon Hutagalung, Godfried Effendi Lubis, Dr Lily, Jusuf Ginting, Edwin Sugesti Nasution, Paul Simanjuntak, Edi Saputra, Dame Duma Hutagalung, Renhard Jeremy Sormin, Rajudin Sagala, Syaiful Ramadhan, Janses Simbolon dan lainnya.
Henry Jhon Hutagalung kepada wartawan mengatakan, materi yang diajarkan selama orienstasi masih seputar tata cara pembentukan alat kelengkapan dewan seperti Komisi, Badan Anggaran, Bapemperda, Badan Kehormatan serta Fraksi. Kemudian peraturan-peraturan yang mengatur tata cara membentuk alat kelengkapan dewan serta peraturan yang harus dipatuhi anggota DPRD Medan selama menjalankan tugas.
Menurut Henry Jhon, seharusnya ada materi pendidikan moral karena di DPRD rawan korupsi. Materi bisa dipaparkan oleh Kejaksaan, BPK maupun KPK, terlebih lebih dari setengah anggota DPRD Medan yang baru dilantik adalah pendatang baru. Banyak kegiatan dewan yang berpotensi korupsi, jika tidak ada pembekalan, kegiatan-kegiatan tersebut bisa jadi temuan dan anggota dewan bisa mengembalikan uang dan bisa juga terjerat kasus korupsi.
“Misalnya perjalanan dinas, reses, sosialsiasi perda (Sosper) dan lain-lain yang kegiatannya menyimpang. Semua kegiatan tersebut menggunakan uang negara yang ditampung di APBD, jika tata cara penggunaanya tidak diajarkan, maka sengaja atau tidak anggota dewan bisa terjerat korupsi,” terang Henry Jhon.
Seharusnya kata dia, ada pembelajaran tata cara menggunakan anggaran APBD yang ditampung dalam setiap kegiatan. BPK, KPK atau Kejaksaan haru dihadirkan dalam memberi materi pencegahan korupsi. Karena umumnya anggota dewan awam terhadap peraturan penggunaan uang negara. Temuan yang berakibat pengembalian uang bukan karena uang tersebut disalahgunakan atau dikorupsi. Tapi salah administrasi atau salah penggunaannya bisa jadi temuan BPK.
“Ini yang perlu diketahui, saya sebelumnya sudah menjabat sebagai Ketua DPRD Medan periode lalu, banyak kawan-kawan harus mengembalikan uang ke negara karena salah dalam penggunaan uang ketika perjalanan dinas, reses dan sosper. Kawan-kawan dewan tidak mengetahui secara detail peraturannya, tapi tiba-tiba mereka disuruh mengembalikan. Itu karena ketidakpahaman, mestinya ada materi pencegahan korupsi pada orientasi tersebut,” tuturnya.
Selain itu kata dia, widyaiswara sebagai pemateri sebagai pemateri tidak linier dengan disiplin ilmu. Ada pemateri yang berlatar belakang Master Kesehatan tapi mengajarkan tata cara pembentukan alat kelengkapan dewan. “Jadi sangat disayangkan kegiatan orientasi selama tiga hari tidak memgajarkan pendidikan moral. Padahal banyak waktu, tapi tidak ditambah untuk materi yang dianggap sangat penting tersebut,” ungkapnya.(is)